Anxiety
atau kecemasan merupakan keadaan psikis yang tegang dan mendorong
seseorang untuk berbuat sesuatu. Macam-macam tindakan yang diambil: dari
tindakan-tindakan spontan yang cenderung kontraproduktif maupun
tindakan terukur yang bisa menjadi awal untuk mengatasi kecemasan.
Saya merasa ada kecemasan yang jelas terlihat di tubuh Juventus.
Kecemasan itu direspons dengan jor-joran mendatangkan pemain baru di
bursa transfer kali ini dibanding musim lalu. Kekalahan di dua laga awal
musim ini, sekaligus menjadi start terburuk Juventus dalam kurun 100
tahun lebih, membuat mereka terlihat mencemaskan kekuatan mereka
sendiri.
Meskipun sempat anjlok akibat calciopoli,
Nyonya Tua berhasil bangkit dan menginvestasikan semua yang ia punya.
Dalam kurun waktu setengah windu terakhir, tidak ada yang bisa menyaingi
si Nyonya Tua di Italia. Bahkan untuk musim kemarin Juventus FC (nama
asli Si Nyonya Tua) mampu menyabet semua gelar yang diselenggarakan di
Italia. Jika tidak dirusak Barcelona, sudah pasti Nyonya Tua bisa
sedikit mendongakkan kepalanya di Italia bahkan Eropa sebagai klub kedua
Italia yang mampu meraih gelar treble setelah Inter Milan. Bahkan musim ini Nyonya Tua kembali dihadapkan dengan rekor mereka sendiri dengan meraih scudeto 5 kali beruntun seperti yang sudah dilakukannya pada medio 1930/1931 sampai 1934-1935.
Kedigdayaan si Nyonya Tua di semua ajang
tersebut tak lepas dari kombinasi serta kontribusi pemain-pemain yang
mereka miliki. Buffon yang kokoh di barisan paling belakang dilindungi
bek-bek khas Italia macam Bonucci, Chellini, dan juga Barzagli. Di area
tengah mereka benar-benar jumawa ketika Pirlo sebagai komposer
dilindungi serta didukung oleh Vidal dan Marchisio. Pemain muda ekplosif
seperti Pogba pun bisa bermain dengan tenang dan bisa belajar dari
senior-seniornya tersebut.
Untuk urusan ujung tombak, siapa yang tak kenal El Apache? Striker asal Argentina ini adalah ujung tombak mematikan yang dipercaya sebagai penuntas rencana-rencana Alegri di lapangan.
Kekuatan si Nyonya Tua sedikit demi
sedikit mulai usang dan berkurang tahun ini, dengan Pirlo dan Tevez
telah berganti tangan pemilik, juga Vidal yang dijual untuk melengkapi
skema Pep di Bayern. Nyonya Tuan mau tak mau harus melakukan pembenahan
guna tetap dihormati di Italia maupun Eropa. Kehilangan tiga elemen
vital jelas menimbulkan kerugian besar bagi Nyonya Tua pada musim
barunya. Kini mereka berupaya keras melakukan perbaikan pada semua lini
dengan penambahan 11 wajah baru untuk bisa berlaga di Juventus Stadium
musim depan.
Seperti yang telah dikatakan pada paragraf pembuka, Sigmund Freud berujar bahwa kecemasan atau anxiety
adalah keadaan tegang yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu.
Freud sendiri membagi kecemasan menjadi tiga bagian yaitu: kecemasan
realitas, kecemasan neurosis serta kecemasan moral.
Berangkat dari hal di atas, Juventus
terlihat benar-benar mengalami apa yang diungkapkan pendiri mazhab
psikoanalisis berkebangsaan Austria tersebut.
Pertama, Juve benar-benar merasa
terancam di dunia nyata, dalam hal ini adalah persaingan sepakbola.
Mereka mencemaskan kekuatan rival-rival musim ini. Roma, Inter, Milan
bisa menjadi rival yang lebih solid. Belum lagi kuda hitam macam Lazio,
Fiorentina bahkan Udinese yang sudah bisa membuktikan diri mereka bisa
mengalahkan si Nyonya Tua. Hal tersebut sesuai dengan definisi kecemasan
realitas atau objektif yang dikemukakan Freud.
Selanjutnya, menurut Freud, kecemasan
Neurosis merupakan kecemasan yang mempunyai dasar pada masa kecil,
konflik antara pemuasan instingtif dan realitas. Dalam hal ini tergambar
jelas bahwa Juventus mencemaskan sesuatu seperti terlempar dari papan
atas di ajang liga Italia, berada di papan bawah atau mungkin bahwa
mereka takut terdegradasi lagi seperti yang mereka alami di tahun 2006
jika tidak bertindak cepat dalam lantai transfer kali ini.
Realitasnya mereka memang sedang
keropos di beberapa lini, dan kecemasan terhadap realitas itu
membangkitkan kecemasan instingtif melihat bagaimana rival-rivalnya
sangat agresif memperkuat diri dengan belanja pemain. Inilah kecemasan
neurosis yang dimaksudkan Freud, jenis kecemasan yang banyak dipicu oleh
perasaan adanya marabahaya dari luar dirinya yang membangkitkan insting
dan kecemasan.
Yang terakhir, Juventus mencemaskan
apa yang mereka lakukan dalam bursa transfer kali ini. Hal tersebut
sesuai dengan apa yang dikatakan Freud tentang jenis kecemasan ketiga
yaitu kecemasan moral. Bagi Freud, kecemasan moral merujuk pada suara
hati individu itu sendiri, biasanya dipicu oleh pertentangan antara
godaan melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan “standar moral”
tertentu yang sudah lebih dulu tertanam.
Melepas Vidal, Tevez dan Pirlo, bagi
Juventus, adalah standar moral karena — seperti dikatakan oleh pihak
Juventus sendiri, khususnya saat berbicara tentang kepergian Vidal–
melepas pemain yang ingin mengembangkan karirnya atau karena pilihan
personal (alasan keluarga seperti Tevez) adalah sebuah keniscayaan.
Mereka tak ingin menghambat pilihan-pilihan orang yang pernah berjasa
membantu Juventus meraih trofi dalam beberapa musim terakhir.
Namun pilihan moral itu ternyata
mendatangkan kecemasan moral. Mereka tidak lagi percaya diri dengan
pilihan-pilihannya sendiri. Nyonya Tua terkesan tidak pede dengan
pembelian barunya tersebut apakah bisa menggantikan pemain-pemain
penting mereka yang pergi. Mereka menutup lubang-lubang yang hilang
dengan banyak pemain. Contohnya, mereka membeli tiga orang striker hanya
untuk menggantikan dua orang striker. Jelas Juve seperti mencemaskan
dan tidak percaya diri atas aktivitas transfer mereka.
Setelah dipermalukan Udinese dirumah
mereka sendiri, Juve kembali dibuat malu oleh tim lain seri A, kali ini
sang penantang serius dua musim terakhir, AS Roma, yang memukau dengan
beberapa wajah barunya. Juve semakin terlihat benar-benar cemas dengan
lini per lini mereka khususnya lini tengah.
Inilah yang membuat Juve kembali
mendatangkan satu pemain lagi yaitu Hernanes dari Inter Milan. Sebelum
membeli Hernanes, Juve sudah terlebih dahulu mendatangkan Sami Khedira.
Namun Khedira cedera. Sial. Padahal rekam jejak Khedira dengan cedera
seharusnya tidak mengejutkan. Toh Juventus merasa puyeng juga saat
pemain yang digadang-gadang sebagai pengganti Vidal itu cedera sangat
dini, bahkan sebelum liga dimulai.
Juventus juga sudah berinvestasi dalam diri Dybala,
Mandzukic, dan Zaza sebagai penerus bahkan pengganti Tevez. Alex Sandro
dan Neto kian melengkapi penambahan besar-besaran Cuadrado dan Lemina
untuk menambah kedalaman skuat si hitam putih di lini tengah.
Sebenarnya ada beberapa hal yang bisa
dilakukan si Nyonya Tua untuk mengatasi kecemasan-kecemasan tersebut.
Freud yang dengan gamblang menjelaskan berbagai tipe kecemasan juga
memberikan beberapa cara bertahan dari serangan Anxiety.
Juventus harus berani melakukan
“reaksi formasi” yaitu mengubah sesuatu yang tidak dapat diterima diubah
menjadi bentuk yang lebih bisa diterima. Juve yang bukan tipe tim yang
suka jor-joran dalam lantai transfer harus menunjukkan pada tim lain
bahwa sekarang mereka sudah berbeda. Si Nyonya Tua tengah butuh suntikan
tenaga-tenaga baru untuk mengarungi musim depan dengan cara apapun
termasuk boros dalam bursa transfer edisi ini. Tak usah sungkan, terima
kenyataan bahwa diri sendiri sedang keropos.
Si Nyonya Tua juga dapat melakukan
sublimasi yaitu mengubah energi yang tadinya tampak sebagai kecemasan
menjadi energi untuk lebih berkembang dan lebih kreatif serta kaya akan
strategi. Dengan datangnya 11 pemain baru, jelas Alegri bisa lebih
leluasa dan memiliki kedalaman skuat yang sangat bagus. Juga mempunyai
banyak opsi untuk strategi-strategi alternatif di musim depan.
Ketika kemarin hanya mengandalkan
Teves dan Morata, kali ini Juve bisa berpenampilan lebih segar dan
menarik dengan adanya Dybala, Zaza juga Mandzukic. Begitupun dengan lini
tengah mereka yang semakin kaya akan hadirnya pemain-pemain bertipe
baru.
Pendeknya, jika memang Pirlo dan
Vidal tidak bisa digantikan, maka jangan memaksakan strategi yang sama
seakan-akan Pirlo dan Vidal masih ada. Strategi dan gaya bermain mesti
disesuaikan dengan materi pemain sesuai karakteristiknya yang tersedia.
Pencarian Alex Ferguson terhadap
pengganti Roy Keane pada pertengahan 2000an lalu bisa jadi contoh.
Fergie membeli beberapa pemain untuk menggantikan Keane, tapi gagal.
Termasuk mengubah Alan Smith dari penyerang menjadi gelandang bertahan
karena dianggap sama-sama agresifnya dengan Keane. Fergie justru
menemukan pengganti Keane di posisi gelandang bertahan pada diri Michael
Carrick, yang jauh dari agresif dan brutal layaknya Keane, namun justru
berwatak lebih kalem dan cenderung menjadi playmaker dari kedalaman.
Selain reaksi formasi dan sublimasi,
masih merujuk Freud, si Nyonya Tua juga bisa melakukan tindakan
“rasionalisasi”. Ini merupakan sebentuk mekanisme pertahanan yang
melibatkan pemahaman ulang terhadap perilaku kita agar bisa lebih
diterima dan dirasionalkan. Dalam hal ini jika nantinya Juve gagal
bersaing dengan rival-rival yang mencoba menjungkalkan dominasinya,
mereka bisa beralasan karena belum bisa menemukan tiga sosok elemen
penting yang pergi beberapa waktu lalu.
Jika itu yang terjadi, dan reaksi
rasionalisasi yang diambil, maka dengan sendirinya Juventus perlu
bersabar dengan proses membangun kembali skuat. Jika rasionalisasi ala
Freud ini yang diambil, namun pada saat yang sama mereka malah memecat
Allegri, misalnya, maka ini berarti kecemasan belum benar-benar pergi.
Jika konsisten dengan reaksi rasionalisasi, dengan sendirinya mereka
juga mesti lebih sabar dengan proses dan tak gampang menyalahkan,
misalnya, Allegri seorang saja.
Seperti yang telah dikatakan di atas,
untuk tetap menjaga eksistensi, wajar jika sebuah kesebelasan besar
yang bergelimang gelar dan ditinggalkan tiga pemain kuncinya mencoba
memperbaiki keadaan dengan mendatangkan sebelas pemain baru. Hal tersebut bukanlah panic buying, namun
mungkin lebih tepat jika tindakan tersebut merupakan mekanisme
pertahanan diri Juventus melawan kecemasan-kecemasan yang muncul. Mereka
kini bersiap menulis kembali daftar kompetisi apa saja yang akan mereka
targetkan serta berharap bisa tetap bediri tegak bahkan lebih
berkembang dalam percaturan persepakbolaan Italia dan Eropa.
Dengan mengutip kembali satu kalimat dalam lirik anthem Juventus, Ogni pagina nuova sai, sarĂ ancora la storia di tutti noi. Artinya setiap lembaran baru yang kamu buat, akan menjadi cerita bagi kita semua.
storia di un grande amore.
fino alla fine forza Juve.
fino alla fine forza Juve.
No comments:
Post a Comment